Photo by Bryce Barker on Unsplash

JASA penulis bayangan atau ghostwriter bisa jadi sebuah pekerjaan yang unik. Dia melakukan pekerjaan menulis buku, artikel, pidato dan jasa penulisan lainnya atas nama orang lain.

Karena keunikan dan ketidakbiasaan tersebut seringkali profesi penulis bayangan dipandang sebelah mata. Nah setidaknya ada 4 alasan kenapa jasa penulis bayangan dibutuhkan.

Tidak Memiliki Kemampuan Menyusun Kata dan Kalimat

Alasan ini sangat umum jadi alasan seseorang untuk segera menulis. Seseorang itu bisa saja memiliki segudang ide, atau sekarung bahan untuk ditulis. Namun apalah daya, ia tidak memiliki kemampuan untuk menyusun kata menjadi kalimat yang menarik.

Jadi sebagus apapun ide dan sebanyak apapun bahan yang sudah dikumpulkan kalau tidak memiliki kemampuan untuk menyusunnya, maka akan sia-sia. Kalaupun itu dipaksakan maka karya yang dihasilkan bisa saja tidak dibaca oleh orang-orang yang menjadi sasarannya. Disinilah satu alasan jasa penulis bayangan atau ghostwriter dibutuhkan .

Tidak Memiliki Waktu untuk Menulis

Tidak memiliki waktu untuk menulis seringkali menjadi alasan seseorang untuk menulis. Alasan ini kerap diungkapkan orang-orang yang memang sibuk. “Menulis itu membutuhkan waktu tersendiri,” ini alasan yang kerap terdengar.

Ada seorang kawan yang seorang pejabat di sebuah kementerian. Waktunya bisa dikatakan sangat padat. Namun dia masih bisa menulis buku. Bahkan selama 10 tahun terakhir ada lebih dari 20 buku yang ia tulis mulai dari biografi kepala daerah, buku motivasi hingga buku tentang tips menulis bagi birokrat.

Kawan ini mengaku menulis di sela-sela waktunya. Misal di ruang tunggu bandara, di halte bus, saat menunggu janji. Meski hanya satu paragraf, ia tidak membiarkan waktu berlalu begitu saja.

Namun, jika dirasa memang benar-benar tidak memiliki waktu, penulis bayangan bisa jadi pilihan.

Tidak Memiliki Kemampuan Mengolah Data

Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang penulis bayangan adalah kemampuan untuk melakukan riset dan mengolah data. Informasi yang diberikan oleh narasumber biasanya terbatas. Atau bisa saja informasi yang diberikan adalah dalam bentuk data-data yang sangat banyak.

Disinilah kemampuan seorang periset dibutuhkan. Sehingga boleh dikatakan menjadi penulis bayangan itu tidak bisa dilakukan oleh orang yang biasa-biasa saja. Seringkali profesi penulis bayangan dilakukan oleh jurnalis atau wartawan yang sudah berpengalaman.

Kenapa demikian ? Karena seorang jurnalis setidaknya memiliki 3 kemampuan dasar yaitu melakukan observasi, wawancara dan riset dokumentasi. Itu mengapa penulis bayangan biasanya dilakukan oleh mantan jurnalis yang berpengalaman.

Tidak Tahu Seluk Beluk Perbukuan

Menulis saja tidak cukup. Seorang penulis bayangan harus tahu bagaimana industri perbukuan. Kenapa ? Ini karena klien biasanya ada yang menginginkan buah pikirannya dalam bentuk buku.

Namun biasanya, pemakai saja penulis bayangan tidak tahu tentang buku. Mereka hanya tahu ketika selesai ditulis, maka dengan otomatis langsung menjadi sebuah buku. Disinilah peran seorang penulis bayangan harus bisa menjelaskan mulai dari proses pencarian data, penulisan, menjadi buku hingga proses distribusi dan pemasarannya.

Lebih detail lagi, seorang penulis bayangan atau ghostwriter harus bisa menjelaskan tentang seluk beluk buku mulai dari ukuran, desain, bahan baku, pemasaran serta biaya produksi.

Photo by Štefan Štefančík on Unsplash

SAYA punya ide dan bahan yang cukup jika ditulis menjadi sebuah buku. Tapi saya tak punya waktu  untuk menulis buku.

Dua kalimat di atas seringkali saya dengar dari orang-orang yang tahu kalau saya adalah jurnalis. Ketika awal mendengar kalimat di atas biasanya saya menyarankan untuk menghubungi penerbit.

Namun itu sekian tahun lalu, sebelum saya tahu adanya profesi ghost writer atau penulis bayangan. Sebuah profesi yang pekerjaannya memang membantu kliennya untuk menyusun ide dan bahan yang dimiliki klien menjadi karya yang utuh. Karya bisa berupa buku, pidato, esai dan lainnya.

Keterbatasan waktu memang menjadi alasan utama seseorang untuk mewujudkan ide-ide dan materi yang ia miliki untuk menjadi sebuah buku. Misalnya; seorang direktur sebuah perusahaan ingin berbagi inspirasi tentang bagaimana ia dari keluarga biasa-biasa saja kemudian berjuang dari bawah dan berhasil.

Tentu di tengah kesibukan mengurusi perusahaan ia tidak punya waktu menuliskan perjalanan hidupnya. Di sisi lain ia ingin berbagi kisah hidupnya untuk dibaca generasi muda. Ghost writer atau penulis bayangan bisa menyelesaikkan persoalannya dalam menulis buku.

Contoh lain misalnya, seorang praktisi bisnis ingin membuat buku yang berisi tips-tips menjalankan sebuah usaha. Ia ingin berbagi cerita untuk sukses dalam menjalankan usaha. Termasuk membangun reputasi di dunia usaha.

Ia punya rahasianya, punya cara praktisnya karena dia juga pelaku bisnis. Tapi ia tak punya waktu untuk menulis buku. Bukan hanya tidak punya waktu, tapi tidak tahu bagaimana caranya.

Atau kisah lainnya, seorang pengusaha yang juga tokoh masyarakat ingin mewariskan sesuatu kepada anak cucunya. Ia berpikir, sebuah warisan yang tidak pernah akan habis dikonsumsi atau dipakai. Apa itu? Sebuah kisah hidup yang dituliskan dalam sebuah buku.

Pengusaha ini berpikir dengan sebuah buku yang berisi cara pandangnya dalam mengarungi kehidupan, maka setidaknya hal itu menjadi harta warisan yang tidak pernah akan habis. Buku tersebut akan abadi dan diwariskan kepada anak cucu.

Ghost writer atau penulis bayangan menjadi solusi dari persoalan tidak adanya waktu atau tidak tahu langkah pertama yang akan dilakukan dalam menulis. Tentu saja nama yang akan tertera di buku tersebut adalah nama klien, dan itu legal. Karena ide dan bahan baku buku tersebut memang berasal dari klien.

Bisa saja, ghostwriter atau penulis bayangan tersebut tercantum dalam buku tersebut. Itu bisa dibicarakan. Atau bisa saja ghost writer ini menjadi penulis pendamping (co-writer). Adanya ghostwriter atau penulis bayangan maka tidak ada lagi pertanyaan,”Tidak punya waktu menulis buku.”