Foto: unplash.com by Benjamin Child

APA jadinya ketika petinggi sebuah perusahaan ditangkap oleh pihak berwajib karena melakukan korupsi? Di era internet sekarang hampir tidak ada yang bisa disembunyikan.

Sudah pasti reputasi perusahaan akan terbawa-bawa dalam berita di media online atau media sosial. Ini merupakan pengalaman kami ketika mendapatkan klien sebuah perusahaan besar yang mendapatkan musibah ketika salah satu direkturnya tertangkap pihak berwenang.

Tak lama kemudian media-media online mengangkat berita tersebut. Akibatnya nama perusahaan itu muncul di halaman satu mesin pencari. Sayangnya bukan berita positif. Tugas kami adalah memperbaiki reputasi perusahaana itu di dunia maya.

Tone atau nada berita-berita yang muncul di media online bernada negatif. Fakta bahwa perusahaan tersebut sudah puluhan beroperasi dan ikut terlibat dalam membangun bangsa terpendam oleh berita negatif yang muncul karena tertangkapnya direksi perusahaan tersebut oleh pihak berwajib. Jika tidak segera diatasi, reputasi perusahaan jatuh.

Apa yang kami lakukan ? Tidak lain adalah bagaimana agar tone negatif dari pemberitaan tersebut tenggelam dengan berita-berita positif. Apakah berita-berita yang sudah muncul di media online perlu dicabut? Jelas hal itu tidak mungkin.

Hal yang kami kerjakan pertama adalah memetakan distribusi berita berkonten negatif yang ada di media online. Pemetaan ini sangat penting, ibarat sebuah pasukan yang akan bertempur maka perlu mengetahui sedetail mungkin medan yang akan digunakan.

Riset menjadi langkah strategis untuk membuat perencanaan sehingga langkah yang diambil tepat sasaran. Ada pengalaman dimana calon klien kami justru sangat reaktif dengan pemberitaan di media.

Mereka bahkan menyiapkan tim penasehat hukum untuk menghadapi informasi yang menyebar di dunia maya. Langkah tersebut jika jadi diambil justru bisa menjadi senjata makan tuan. Apalagi jika sudah melibatkan warganet atau netizen.

Kita bisa berkaca dari  kasus Prita Mulyasari beberapa tahun silam yang melibatkan sebuah rumah sakit. Respon dari institusi tersebut yang mengambil jalur hukum justru kontraproduktif karena kemudian mendorong kekuatan masyarakat di dunia maya untuk membuat gerakan Koin untuk Prita. Pada akhirnya, respon masyarakat yang digalang warganet atau netizen membuat institusi tersebut tidak memperpanjang masalah.

Setelah riset dan pemetaan tersebut dilakukan, selanjutnya adalah pembuatan strategi konten di media internet. Dalam hal ini, kami bekerjasama dengan Studiokonten.com yang dikenal sebagai pembuat konten-konten jempolan dari Yogyakarta.

Setelah beberapa waktu, terbukti konten-konten yang kami buat bisa menenggelamkan berita bernada negatif terhadap perusahaan tersebut. Sementara tim dari studiokonten ‘menyerang’ dengan konten-konten berisi apa yang sudah dilakukan oleh perusahaan tersebut, tim dari penulis bayangan membuat tulisan-tulisan dari personal yang duduk di perusahaan tersebut.

Kami mendorong direksi lain di perusahaan tersebut untuk aktif muncul di media melalui tulisan. Keterbatasan waktu atau kemampuan menyusun kata dan kalimat tidak perlu dipersoalkan karena ada tim dari penulisbayangan.com yang akan membantu. Akan lebih baik jika kemudian ada penulisan buku oleh direksi.

Buku tersebut bisa saja tentang perjalanan perusahaan tersebut, atau biografi direksi perusahaan tersebut. Tujuannnya kembali agar perusahaan tersebut mendapatkan tone positif dalam ‘perbincangan’ di dunia maya maupun di offline. Jika direksi atau perusahaan tidak bisa untuk menyusun buku, maka karena itu kami hadir untuk membantu. (*)

SETIAP menyebut diri sebagai seorang ghost writer, selalu ada raut terkejut dari orang yang bertanya. Ekspresi ini tentu wajar karena profesi ghost writer belum banyak dikenal.

Selain tidak banyak dikenal, orang biasanya mengartikan ghost writer sebagai penulis hantu. Ngeri. KBBI sendiri memadankan ghost writer sebagai ‘Penulis Siluman’ yaitu penulis yang dibayar untuk menyiapkan naskah atas nama orang lain.

Saat ini orang lebih mengenal padanan ghost writer sebagai penulis bayangan. Pekerjaannya, masuk dalam kategori penulis jasa. Seperti yang disebut dalam paragraf di atas, seorang ghost writer dibayar untuk menulis atas nama lain.

Artinya karya yang dibuat oleh seorang penulis bayangan bukanlah atas nama dia sebagai penulis, tapi atas nama pemesan. Enak banget ya? Tunggu dulu, ada syarat dan ketentuan berlaku yang harus diketahui.

Seorang ghost writer atau penulis bayangan tidak serta merta menerima apapun pesanan dari klien. Misal, ada yang memesan untuk dibuatkan skripsi, tesis, karya ilmiah atau ada yang meminta dibuatkan buku. Ide dan gagasan diserahkan pada kita.  Itu bukan pekerjaan ghost writer.

Ide dan gagasan haruslah dari klien. Seorang penulis bayangan bekerja sebagai seorang profesional, ia membantu menulis dan mengembangkan ide tersebut menjadi sebuah karya. Tentu ada alasan yang melatarbelakangi seseorang membutuhkan jasa ghost writer. Alasan utama biasanya karena tidak adanya waktu atau tidak ada kemampuan menyusun kalimat.

Seorang ghost writer dibayar mahal. Itu wajar. Karena seorang penulis bayangan biasanya bukan sekadar menulis. Ia harus menjelma jadi kliennya. Sehingga ia perlu melakukan riset, wawancara dan observasi layaknya seorang jurnalis.

Itu mengapa, pekerjaan penulis bayangan atau ghostwriter biasanya banyak ditekuni oleh orang-orang yang memiliki latar belakang jurnalis.

Ghost writer atau penulis bayangan sebagai profesi yang memberikan jasa penulisan untuk orang lain di era milenia  ramai dibicarakan ketika diketahui bahwa penyusun pidato Presiden Amerika Barack Obama ternyata masih muda.

Namanya Jon Favreau. Dirinya baru berusia 27 tahun saat ditunjuk menjadi direktur tim penulis pidato (Speechwriter) Barack Obama saat dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat pada tahun 2009.

Jadi apakah ghost writer adalah penulis pidato? Pidato hanyalah salah satu jasa yang bisa dikerjakan. Ghost writer atau penulis bayangan memiliki makna yang lebih luas. Ghost writer atau penulis bayangan adalah orang yang menulis buku, artikel, teks pidato, atau cerita untuk “penulis” orang lain.

Kami menyebutnya juga sebagai penulis senyap. Senyap karena namanya memang tidak muncul dalam karya yang dibuat. Namun, sebagian muncul dalam nama sebagai editor, penulis pendamping co-writer.

Jon Favreau ramai dibicarakan sebagai penulis pidato karena usianya yang masih sangat muda. Ia bahkan tercatat sebagi penulis pidato termuda di Gedung Putih. Hal ini di luar kebiasaan, karena biasanya orang yang menjadi ghost writer atau penulis bayangan adalah orang-orang yang biasanya sudah berpengalaman dalam bidang penulisan. Hal ini tentu menunjukan siapa sosok Jon Favreau kareana ia bisa ‘membaca’ Obama.

Seorang ghost writer atau penulis bayangan harus menulis sesuai dengan gaya orang yang memesannya. Hal itukarena ketika tulisan tersebut jadi, kredit nama yang muncul adalah dari pemesan.

Pernah suatu kali klien kami juga terkaget-kaget karena pidato pesanannya sesuai dengan diharapkan. Pemesan yang merupakan tokoh politik merasa bahwa tulisannya tersebut ‘tulisannya banget’.

Kenapa bisa seperti itu? Karena memang tim kami terlebih dulu melakukan riset tentang sosok klien. Bahan-bahan mentah dan ide dari klien kemudian diolah menjadi sebuah pidato yang sangat personal menggambarkan sosoknya.

Kami melihat bukan hanya gaya-gaya tulisan terdahulu, tapi juga gestur dan cara bicara yang kami lihat dari video di Youtube. Pidato tersebut akan lebih sempurna jika kami bisa berkesempatan bertemu langsung dengan pemesan.

Dalam bahasa seni peran ada istilah acting is no acting. Artinya seorang pemeran film tidak terlihat sedang berakting, tapi dia berhasil jika MENJADI sosok yang diperankannya. Dalam hal dunia ghost writer, maka seorang ghostwriter menjadi sosok ‘penulis’ yang memesan tulisan kepadanya.

Di Indonesia, ghost writer atau penulis bayangan ramai dibicarakan ketika Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato memeringati Hari Pancasilaa 1 Juni pada tahun 2015. Presiden yang namanya akrab dengan panggilan Jokowi ini dalam pidatonya menyebutkan bahwa Soekarno lahir di Blitar.

Pidato ini menjadi ramai terutama diperbincangkan oleh warganet atau netizen. Bagi orang yang tahu sejarah, pernyataan tersebut tentu saja salah besar, karena sosok proklamator tersebut sejatinya lahir di Surabaya. Blitar oleh Presiden Soeharto waktu itu dipilih sebagai tempat pemakaman Bung Karno karena disitulah ibunda ‘Si Bung’ dimakamkan.

Setelah ramai menjadi perbincangan, Sukardi Rinakit yang saat itu menjadi Tim Komunikasi Presiden Joko Widodo angkat bicara. Ia meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia serta keluarga Bung Karno.

Ia sebagai penyusun pidato presiden mengaku kurang teliti dalam penyusunan pidato tersebut. Padahal saat itu presiden Jokowi sudah merasa ragu dan menanyakan kepadanya apakah benar Soekarno lahir di Blitar atau Surabaya. Sukardi sendiri yang juga dikenal sebagai ghost writer menggunakan sumber dari Tropenmuseum.nl.

Presiden Jokowi sendiri menurut penuturan Sukardi Rinakit meminta dirinya untuk mengecek kembali naskah pidato tersebut. Sayangnya Sukardi mengaku kurang teliti, karena keyakinannya bahwa Blitar sebagai tempat lahir Soekarno ia dapatkan berdasarkan riset pustaka yang ia lakukan.

Dari penjelasan Sukardi Rinakit, pembuatan teks pidato memang tidak dilakukan main-main. Pidato yang bagus harus disusun melalui proses riset terlebih dulu. Sama seperti yang dilakukan oleh Jon Favreau untuk pidato Barack Obama. Presiden yang waktu kecil pernah tinggal di Indonesia ini awalnya membuat draft pidato yang akan dibacakannya. JF kemudian akan menyusun pidato tersebut secara utuh. Naskah tersebut kemudian diserahkan kembali ke Obama untuk diteliti. Proses tersebut bisa terjadi berulang-ulang, sampai Obama merasa yakin dan mantap.

Pekerjaan seorang ghost writer umumnya memang tersembunyi. Meski tidak sedikit klien yang meminta privasi, untuk tidak mengabarkan bahwa dia tidak menggunakan jasa ghost writer. Bagi seorang penulis bayangan hal tersebut tidak masalah. Karena sejatinya ia memang bekerja dalam kesunyian.